Contoh Kebingunan Ulama Salafi Dalam Memahami Bid’ah Menurut
al-Qardhawi
Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi di dalam buku terjemahan
berjudul “Bid’ah Dalam Agama: Hakikat Sebab Klasifikasi dan Pengaruhnya”
terbitan Gema Insani Press (November 2014) mengulas tentang permasalahan bid’ah
disertai dengan contoh-contohnya yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam buku
tersebut juga disajikan berbagai macam pendapat ulama mengenai bid’ah. Yang
menarik, al-Qaradhawi menuliskan beberapa pendapat ulama Salafi khususnya
Salafi Wahabi Arab Saudi tentang bid’ah yang ternyata saling bertentangan satu
sama lain.
Bagi kelompok faham Salafi, semua bid’ah adalah sesat
semuanya tanpa kecuali, dan pelakunya dipastikan masuk ke dalam neraka. Yang
namanya bid’ah itu dholalah semuanya. Berbeda halnya dengan faham Ahlussunnah
wal Jama’ah (Aswaja) yang membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah dholalah dan
bid’ah hasanah sehingga tidak semua bid’ah adalah sesat.
Mari kita lihat halaman 181-185 dalam buku Bid’ah Dalam
Agama: Hakikat Sebab Klasifikasi dan Pengaruhnya, Syaikh Yusuf al-Qardhawi
menulis:
Buku Yusuf al-Qardhawi: Bid'ah Dalam AgamaOrang yang
mengikuti pendapat Syaikh Muhammad bin Utsaimin, al-Albani dan Shalih al-Fauzan
yang menilai bahwa duduk untuk takziah sebagai pelaku bid’ah dan harus dijauhi,
konsekuensinya ia pun menetapkan Syaikh Abdul Aziz bin Fauzan dan Abdullah bin
Jibrin sebagai pelaku bid’ah karena keduanya membolehkan dua perkara tersebut.
Sementara orang yang mengikuti pendapat syaikh Muhammad bin
Utsaimin yang menilai memberi makan kepada kedua orangtua di waktu malam
merupakan perilaku bid’ah, konsekuensinya ia pun menilai Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Abdullah bin Jibrin dan Shalih al-Fauzan sebagai pelaku bid’ah karena
mereka membolehkan perbuatan itu.
Barangsiapa yang mengikuti pendapat Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, Muhammad bin Utsaimin dan Shalih al-Fauzan yang menilai pengkhususan hari
Jum’at untuk ziarah kubur sebagai perbuatan bid’ah, konsekuensinya ia pun
menilai Syaikh Abdullah bin Jibrin sebagai pelaku bid’ah karena ia membolehkan
perbuatan ini.
Sementara orang yang mengikuti pendapat Syaikh al-Albani dan
Shalih al-Fauzan yang menilai pembuatan/ penggunaan tasbih untuk dzikir sebagai
perbuatan bid’ah, konsekuensinya ia pun menilai Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
Muhammad bin Utsaimin dan Abdullah bin Jibrin sebagai pelaku bid’ah karena mereka
memperkenankan perbuatan ini.
Orang yang mengikuti pendapat Syaikh Bakar Abu Zaid dan
Abdurrazzaq Afifi yg menilai penyelenggaraan acara pembacaan Al-Qur’an sebagai
bid’ah, konsekuensinya ia pun menilai Syaikh al-Albani dan Shalih al-Fauzan
sebagai pelaku bid’ah karena keduanya membolehkan acara ini.
Dan lain sebagainya.
Inilah contoh kebingungan para ulama Salafi Arab Saudi di
dalam memahmi bid’ah, sehingga mereka baik secara sadar atau tidak sadar telah
saling membid’ahkan satu dengan yang lainnya. Jika para ulama Saudi (Salafi)
saja saling membid’ahkan satu sama lain, dapat dibayangkan betapa kebingungan
telah melanda para pengikut mereka (kaum Salafi) di dalam memahami masalah
bid’ah.
Perlu diketahui, pandangan Salafi tentang bid’ah adalah semuanya
sesat dan menyesatkan, yang pelakunya dipastikan masuk neraka. Ini adalah
doktrin “wajib” yang harus ada dalam diri seorang Salafi sejati. Dan lihatlah
sendiri, sesama Salafi faktanya saling membid’ahkan, yang berarti juga mereka
terjerumus saling memvonis sebagai penghuni neraka terhadap kelompok mereka
sendiri. Sehingga tidak heran apabila pengikut Salafi baik di Arab Saudi maupun
di Indonesia dengan mudahnya memvonis bid’ah dan sesat kepada kelompok lain
yang tidak sefaham bahkan tidak jarang menuduh ahlussunnah wal jama’ah sebagai
calon penghuni neraka. Sesama Salafi saja saling memvonis bid’ah, sesat, dan
masuk neraka, apalagi terhadap kelompok di luar Salafi.
Beruntunglah bagi umat Islam masih tetap berpegah teguh
kepada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang asli, tidak terjerumus ke dalam
faham Salafi yang suka menuduh bid’ah dan sesat. Semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala senantiasa memberi hidayah dan petunjukNya kepada kita semua, aamiin.
Disarikan dari tulisan Andik Muhammad Alfatih.